Diam ku ada Rindu untuk mu
Selembar puisi seperti wang kertas, yang merah lebih berharga, tetapi aku hanya bisa membeli rindu dan biasan
bayangmu.
***
Sekalipun nafasku tak cukup panjang, kau akan lihat angin yang membawa daun-daun dari kepingan hatiku.
***
Tak
cukup daun-daun mewakili hembusan angin senja, tak cukup awan lembayung
mewakili teduhnya cuaca, ada gemuruh tak ada hujan, siapakah yang dapat
mewakili pelukan selain engkau?
***
Apa lagi selain menggambar rindu, hanya ada pensil hitam dan bayangmu.
***
Sepasang
matamu dan spasi di antaranya, adalah kalimat yang membuat seseorang
berhenti bicara, lalu menulis hingga akhir hayatnya.
***
Di
jemarimu yang lentik bagai anak-anak sungai, siapa pun ingin membangun
jembatan, jembatan rindu jembatan cinta, apa pun namanya.
***
Berat menanggung ransel rindu, kudaki tebing terjal hatimu, pelukan ini hanyalah cara … memperkecil jarak yang kutempuh.
***
Dapatkah aku berhenti bicara tentangmu? bahasa tubuhku tak pernah kehabisan cara, menggambar bayangmu.
***
Pada
pekat kabut kugambar garis partitur, barangkali akan terdengar olehmu
sebuah lagu, barangkali akan terdengar olehmu debar jantungku.
***
Mengingatmu,
napasku menerbangkan selembar kertas, sebuah puisi mengapung di udara,
sekalipun tak menjelma kupu-kupu, siapa tahu itu akan sampai padamu.
***
Kau menggambar rindu di bibirku, dan gugurlah semua warna senja di tubuhku.
***
Kau
menjelaskan rindu, tanpa satu pun kata. Irama jantungmu di dadaku,
mengganti seluruh suara hujan yang pernah jatuh di sajakku.
***
Saat
malam terlalu sunyi, aku mengumpulkan cahaya bulan yang menempel di
kaca, dengan cara seperti itu, jantungku berdebar seakan sedang kusentuh
wajahmu.
0 comments:
Post a Comment